Cerita Menginspirasi"Panggung Boneka Untuk Ayah"



I
“AYAH, IBU”

Acong Prasetio namanya. Seorang anak yang tinggal di desa Dusun Sawah, Kabupaten Rejang Lebong. Acong merupakan anak yang hidup sangat mandiri dan sederhana. Walaupun dia tidak terlalu cerdas di kelas, namum motivasi belajarnya sangatlah tinggi untuk tetap bersekolah. Bapak Rudi adalah sosok Ayah Acong yang sangat gigih berkerja. Setiap hari beliau mengayuh sepeda berkeliling menawarkan jasa sebagai tukang sol sepatu. Acong begitu sangat menyayanginya.
Terdengar sebuah ketukan dari luar pintu, menandakan ada seseorang yang datang. Ibu segera membuka pintu.
“Ooo...Ayah. Ibu pikir siapa. Bagaimana ayah hari ini, banyak  sepatu yang disol?’
“Alhamdulillah Bu, lumayan untuk kebutuhan makan besok,”
Ayah terlihat sangat lelah setelah seharian bekerja pada hari itu.
“Bu, Acong sudah pulang?”
“Belum Ayah.”
“Mengapa belum pulang ya.. Tidak biasanya Acong lama pulangnya?
“Ayah, mungkin Acong kerumah temannya. Ayah silahkan makan, Ibu sudah menyiapkan makanannya.”
Saat Ayah menuju dapur, Ibu melihat kondisi suaminya berbeda. Tidak seperti biasanya, dia kelelahan, kedua kakinya gemetar melangkah, seperti sedang tidak sehat.
“Ayah???
“Iya Bu?
“Ayah sakit? Mengapa berjalannya seperti itu? Lemas sekali, Ibu melihat Ayah melangkahkan kaki sangat susah. Ada apa Yah?
“Hmm, iya Bu. Asam urat Ayah kambuh. Terasa sakit sekali, dari tadi Ayah menahannya. Tidak seperti biasanya.”
“Ya Allah, Ayah mengapa tidak bilang? Bukannya ayah mengeluh dua bulan yang lalu sakitnya?
“Iya Bu. Tetapi hari ini terasa sekali. Nyeri dan sakit.”
“Ayah, kita ke dokter saja.”
Ibu..Ibu..kitakan bukan orang kaya. Biarlah, Ayah masih bisa menahannya. Dokter nantipun akan bilang kurangi saja obatnya,” kata Ayah.
“Jadi bagaimana keadaan Ayah sekarang?
“Sehat Bu. Lihat, Ayah sedang makan.”
Ibu tidak percaya dengan apa yang dikatakan suaminya itu, karena dia melihat suaminya itu sangat susah menahan sakit dikakinya. Namun Ayah mengelak dan tetap berkata kalau kakinya tidak sakit.
Setelah selesai makan, Ayah ke kamar dan langsung beristirahat. Ibu menuju ke kamar dan melihat wajah Ayah begitu pucat. Ibu keluar kamar dan menuju ke tempat mas Dirman. Ia adalah Mantri yang dipercaya dikampung jika ada orang sakit.
“Maaf Bu Asisyah, sepertinya Bapak sakit asam uratnya sudah parah.”
“Apa? Sakit Bapak sudah parah?
“Iya Bu. Saya khawatir sakit Bapak ini juga sudah masuk fase stadium 1. Karena itu akan lebih baik jika segera diobati,” kata Diman.
Ibu sedih dan merasa bersalah karena tidak pernah tahu bahwa selama ini suaminya telah menderita sakit parah. Selama ini Ayah tidak pernah mengeluh apapun tentang penyakitnya itu.
Ayah, mengapa Ayah tidak jujur sama Ibu? Ayah bilang tidak sakit, tapi ini buktinya. Mantri bilang, Ayah perlu istirahat dan segera berobat.” Ibu sangat khawatir dengan kesehatan Ayah, sampai-sampai matanya meneteskan air mata.
“Ibu, maafkan Ayah. Ayah tidak ingin menyusahkan Ibu dan Acong selama ini. Apalagi kalau Acong tahu, pastilah dia sangat sedih.”
“Iya Ayah. Tapi Ayah harus jujur, jika Ayah tidak mampu lagi berkeliling, beristirahatlah. Ibu bisa menggantikan Ayah mencari uang sementara.”
Acong pulang dari sekolah. Acong heran melihat Ayah dan Ibunya berbicara di dalam kamar, seperti ada sesuatu yang penting dibicarakan.
Ayah kok sudah pulang,” tanya Acong.
“Iya nak, Ayah pulang cepat karena hari ini Ayah sudah lumayan dapat rezeki. Kebetulan Ayah ada urusan, jadi ayah pulang cepat.”
Wah, Ayah dapat uang banyak yaa.. Traktir donk Yah... hehehe,” Acong bercanda.
Acong, kenapa hari ini pulangnya agak lambat?
Maaf Yah, tadi belajar kelompok dulu di rumah teman. Ada tugas Sekolah.”
Masya Allah, anak Ayah hebat dan rajin sekali belajarnya. Ayah bangga punya anak seperti Acong.”
“Ayah bisa saja. Lihat Bu, Ayah memujiku. Pasti ada maunya, hehehe.”
“Benar kata Ayah nak, kamu memang rajin,” kata Ibu.
“Acong, Ayah ingatkan, jangan pernah berpikir untuk putus Sekolah. Walaupun keadaan kita apa adanya. Itu pesan Ayah buatmu nak.”

Iya Ayah, tapi Ayah harus jujur, jika Ayah tidak mampu lagi berkeliling, beristirahatlah. Ibu bisa menggantikan Ayah mencari uang sementara.”

 “Ayah, mengapa Ayah bicara begitu? Acong semangat belajar kok Yah,” jawab Acong keheranan karena Ayahnya bicara seperti itu.
Acong, gantilah bajumu dan segera makan,” kata ibu menyela pembicaraan Ayah dan Acong.
Acong segera mengganti baju di kamarnya, dengan perasaan kebingungan atas kata-kata dari ayahnya.












2
    BERSEDIH

Hari minggu yang cerah. Desa Dusun Sawah adalah tempat yang nyaman untuk bermain layang-layang setiap hari minggu. Seperti biasa sebelum bermain layang-layang, Acong selalu menyelesaikan tugas dari Ibu. Mencuci pakaian sendiri dan menyapu rumah adalah pekerjaannya sehari-hari, tugas itu diberikan Ibunya dengan maksud agar Acong semakin mandiri nantinya.
Acong mencari Ayahnya di sekitar rumah, karena sejak tadi pagi ia tidak melihat Ayahnya sama sekali. Biasanya, setiap pagi Ayah Acong selalu menyiapkan peralatan kerjanya dan bersiap untuk berkeliling kampung. Tapi kali ini Acong sama sekali tidak melihat wajah Ayahnya sejak pagi.
Ibu, Ayah dimana? Kok dari tadi Acong tidak melihat Ayah,tanya Acong penasaran.
“Ayah ada di kamar nak. Ayah hari ini tidak berkeliling, karena Ayah ingin istirahat.”
“Lho, mengapa Ayah tidak berkerja bu ? Ayah sakit?
“Ayah hanya butuh istirahat saja nak.”
Acong langsung menuju ke kamar melihat keadaan Ayahnya.
“Ayah, Ayah, Ayah?Acong mengetuk pintu.
Panggilan Acong tidak dijawab oleh Ayahnya. Acong mulai cemas dengan keadaan Ayahnya di kamar. Saat membuka kamar, Acong melihat Ayahnya masih tertidur pulas. Acong tidak ingin mengganggu Ayahnya. Wajah Ayahnya terlihat kelelahan sekali, tidak seperti biasanya.
“Ibu? Ibu? Ibu? Ada apa dengan Ayah
“Sepertinya Ayah sakit ya Bu?”
Ibu terdiam. Dia tidak berkata apa pun, ia lebih memilih terus mengerjakan pekerjaannya di dapur.
“Acong katanya mau bermain layang-layang, itu teman-teman sudah menunggu,” kata ibu mengalihkan pembicaraan.
Acong tidak jadi bermain hari ini,  Acong ingin menjaga Ayah saja bu ”

“Ibu, Acong mau bekerja untuk mencarikan biaya pengobatan Ayah. Ayah harus sembuh, tidak boleh dibiarkan begitu saja”

Acong terus mendesak Ibu untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Ayah. Akhirnya Ibu menceritakan pada Acong apa yang sebenarnya terjadi pada Ayahnya.
“Nak, sebenarnya Ayah sekarang sedang sakit. Makanya Ayah butuh istirahat.”
Ayah sakit?
“Iya nak, Ayah sudah beberapa hari ini mengeluh sakit asam uratnya. Selama ini Ayah tidak pernah bercerita pada Ibu tentang sakitnya, Ibu juga baru tahu kemarin dari mantri. Sepertinya sakitnya kali ini lumayan parah.”
“Ya Allah, kenapa selama ini Ayah tidak bilang.”
“Kamu tahu sendiri, Ayah memang tipe orangnya tidak pernah mengeluh tentang keadaannya.”
“Jadi bagaimana Bu?
Kemarin Ibu sudah bawa Ayah ke mantri. Katanya Ayah harus banyak istirahat karena sepertinya sudah masuk  stadium 1.”
“Apaa? Stadium!? Itu namanya sudah parah Bu.”
“Iyah nak, karena itu beberapa hari ini Ayah tidak boleh terlalu banyak bekerja.”
“Ya Allah, sembuhkanlah Ayah dari sakitnya, Acong tidak tega melihat Ayah”
Acong sangat sedih sekali mengetahui Ayahnya sakit. Ia tahu Ayahnya adalah orang yang kuat, tidak biasanya Ayahnya sakit sampai seperti ini. Terlintas dalam pikirannya bahwa ia harus membantu bekerja untuk mencari biaya pengobatan Ayahnya.
“Ibu, Acong mau bekerja untuk mencarikan biaya pengobatan Ayah. Ayah harus sembuh, tidak boleh dibiarkan begitu saja.”
Saat mendengar kata-kata Acong, Ibunya tersentuh. Keinginan Acong untuk berkerja membantu ayahnya tidak diizinkan oleh ibunya, karena menurutnya Acong harus tetap fokus pada sekolahnya.
“Nak, Ibu sangat bangga punya anak seperti dirimu, apalagi Ayah. Pasti beliau bangga sekali jika melihat dirimu seperti ini. Akan tetapi menurut Ibu nak, Acong fokus sekolah saja dulu. Masalah biaya, Ibu akan berusaha semaksimal mungkin mencarinya. Ibu juga punya penghasilan dari buruh cuci, Ibu juga akan menggantikan Ayah berkeliling.
Kata-kata sang Ibu membuat Acong sangat sedih. Ia kemudian teringat pesan Ayahnya bahwa Acong tidak boleh berhenti sekolah. Sebuah nasihat yang membuat Acong selalu termotivasi untuk lebih rajin lagi bersekolah dan sungguh-sungguh dalam belajar. Ia juga berjanji pada Ibunya akan terus sekolah





3
SANGGAR LENTERA

Kondisi Ayah Acong semakin hari semakin memburuk. Terlihati Ayahnya mengeluh kesakitan, tidak seperti biasanya. Ayahnya sekarang semakin sering menegeluh, padahal setahu Acong Ayahnya adalah sosok yang sangat kuat dan tidak suka mengeluh. Sakit yang diderita sang Ayah kini memang benar-benar sudah sangat parah. Acong yang menyayangi orangtuanya, sngat sedih melihat kondisi Ayahnya yang sedang sakit. Ibunya pun kini setiap hari selalu berkeliling mengantikan Ayahnya menjadi tukang sol.
“Ayah?” tanya Acong yang baru saja pulang dari sekolah.
“Acong, kamu sudah pulang nak?
Iya, bagaiman kondisi Ayah sekarang?
“Alhamdulillah nak, sudah mendingan.”
Acong tahu Ayahnya hanya berpura-pura tidak sakit, karena Acong mendengar Ayahnya merintih kesakitan sebelumnya.
“Cepat sembuh ya Ayah. Acong selalu berdoa agar penyakit Ayah diangkat oleh Allah.”
“Aamin.”
“Kenapa Acong  pulang cepat hari ini?
Acong hari ini ulangan tengah semester. Kami pulang cepat dari biasanya.”
“Oo, bagaimana soalnya tadi?” tanya Ayah
“Insya Allah Yah.” Jawab Acong
Acong keluar kamar menuju dapur untuk makan siang. Sesekali Acong melamun di meja makan, memikirkan Ayahnya. Ia berpikir keadaan Ayahnya tidak bisa dibiarkan saja, ia harus berobat agar segera sembuh. Acong berpikir untuk mencari uang namun tetap bisa terus bersekolah.
“Pokoknya aku tidak boleh berdiam diri seperti ini, aku harus berkerja untuk membantu Ayah,” kata Acong dalam hati.
Saat Acong sedang melamun di meja makan, Ibunya pulang.
Acong pun berpamitan pada Ibunya ingin pergi ke rumah Sandi meminjam koran, ia bermaksud mencari pekerjaan yang dapat ia kerjakan. Rumah Sandi tidak terlalu jauh dari rumah Acong.
Sesampainya di rumah Sandi, Acong langsung melihat-lihat koran yang ada di sana.
“Terbitan bulan ini. Bawa saja semuanya Cong,” kata Sandi

“Sandi, saya mau pinjam korannya ya.”
“Boleh Cong, untuk apa? Banyak atau tidak butuhnya?
“Koran yang di sana itu terbitan kapan?”
“Terbitan bulan ini. Bawa saja semuanya Cong,”
Iya Sandi, terima kasih banyak.”
Acong pun pulang ke rumah membawa banyak koran yang ia pinjam dari Sandi. Satu persatu Acong membacanya. Halaman demi halaman, satu per satu koran yang ia baca belum ada lowongan pekerjaan yang pas untuknya.
Acong pun pesimis, perkerjaan apa yang harus ia lakukan agar bisa membantu Ibu dan Ayahnya.
Acong…Acong…Acong.”
Terdengar suara dari kamar Ayahnya memanggil-manggil Acong. Acong segera menuju kamar Ayahnya.
Ada apa Yah memanggilku?”
Tolong bantu Ayah ke ruang tamu. Badan Ayah sedikit kurang enak. Ayah ingin melihat-lihat pemandangan di luar” pinta Ayahnya.
Setelah Ayahnya berada di ruang tamu, Acong kembali melihat-lihat koran yang tersisa. Kemungkinan ada informasi lowongan perkerjaan yang pas untuknya. Tanggal 2 Februari 2017 ada sebuah lowongan pekerjaan menarik. “Dicari segera, anak-anak yang pandai menirukan suara-suara. Jika berminat hubungi segera Sanggar Lentera.” Itulah isi lowongan yang ada dikoran. Acong yang penasaran langsung menghubungi nomor telepon yang tertera di kolom bagian lowongan pekerjaan. Informasi yang diperoleh bahwa memang benar, Sanggar Lentera membutuhkan anak-anak yang berbakat untuk nantinya akan diberi beasiswa oleh Sanggar itu. Acong senang sekali, ia berharap dapat menjadi bagian dari sanggar itu.
Acong pun mulai berlatih. Ia tetap semangat belajar, baik di rumah maupun di Sekolah. Acong adalah siswa yang bisa membagi waktu.

4
ANEH

Hari-hari Acong disibukkan dengan latihan, agar dapat memenangkan beasiswa yang ditawarkan oleh sanggar Lentera. Terbayang oleh Acong betapa senangnya ia apabila memenangkan perlombaan itu. Pastilah nanti Ayahnya bisa berobat ke Rumah Sakit. Ibunya pun heran, akhir-akhir ini terlihat Acong sangat berbeda sekali.
“Acong?
“Iya bu? Ada apa Ibu memanggilku?” tanya Acong.
“Ibu perhatikan beberapa hari ini kamu berbeda sekali, memangnya ada apa Cong?Tanya Ibu dengan rasa penasaran.
Ada deh, nanti Acong beritahu..tapi nanti ya…Acong mau sekolah dulu Bu.”
Acong merahasiakannya karena Acong tidak ingin Ayah dan Ibunya tahu apa yang sebenarnya sedang ia kerjakan. Di sekolah, teman-teman dan guru Acong pun heran melihat tingkah Acong yang sekarang sedikit berbeda.
“Cong, bagaimana kabar Ayahmu? Katanya sakit ya?
Iya bu Ida. Ayah sudah sebulan ini sakit, jadi harus beristirahat di rumah.
Sekarang bagaimana keadaannya?
“Masih dalam proses penyembuhan Bu”
Sudah dibawa ke Rumah Sakit?
“Belum Bu, baru ke Pukesmas saja. Sebenarnya kata Ibu saya nanti akan dibawa ke Rumah Sakit,” jawab Acong dengan nada lemas.
Acong langsung lemas seketika, setelah Ibu gurunya bertanya seperti itu.
“Ada apa Cong, mengapa lemas?”
“Tidak apa-apa Bu.”
Tak terasa, bel istirahat telah berbunyi. Tidak seperti biasanya, akhir-akhir ini Acong sering beristirahat sendirian saja. Acong pergi ke tempat yang terlihat sepi, di sana ia berlatih berbicara dengan karakter suara yang berbeda-beda. Teman-teman Acong pun heran dan hanya melihat Acong dari kejauhan memperhatikan keanehannya.
“Don…Don…Don, coba lihat?” Robet memanggil Doni
“Iya Bet, ada apa?
“Coba lihat di pojok lapangan sana. Acong sedang bercakap-cakap sendirian.”
“Mana?”
“Itu yang sedirian di bawah pohon. Coba lihat, itu Acong kan?
“Ooo iya. Si Acong ngapain di sana?” Kata Robet yang juga merasa aneh melihat tingkah Acong.
“Benar Doni. Acong sedang berbicara sendiri.”
“Hiiiiii aneh yahhh.”
“Jangan jangan Acong berbicara dengan.....”
“Dengan siapa Bet? kamu buat aku takut deh…”
Robet dan Doni yang ketakutan langsung menuju ke ruang guru mencari Ibu Ida. Bu Ida adalah wali kelas mereka, termasuk
“Coba lihat di pojok lapangan sana. Acong sedang bercakap-cakap sendirian.”

Acong. Mereka ingin menyampaikan keanehan Acong pada Bu Ida. Menurut mereka Acong akhir-akhir ini aneh sekali. Terlihat oleh teman-temanya Acong suka menyendiri dan berbicara sendiri.
“Bu Ida…Ibu ida...” panggil Robet dan Doni serempak.
“Ada apa nak?”
“Bu, ini, hmmm.. Robet saja yang berbicara bu.”
“Bet, ada apa? Sepertinya serius sekali,” tanya Bu Ida dengan penasaran.
“ Bu, apa Ibu tidak merasa aneh pada Acong?
“Aneh mengapa?”
“Aneh pokoknya Bu.”
“Maksudnya aneh bagaimana?”
“Begini Bu, kami sering melihat Acong sering menyendiri di pojok lapangan berbicara sendiri, seperti ada teman bicaranya.
“Benar Bu, Doni juga lihat.”
“Hmm, Robet, Doni, kalian lucu ya.. itu perasaan kalian saja nak. Buktinya pagi tadi Ibu lihat Acong semangat sekali belajarnya.
“Iya Bu, biasanya setelah istirahat Acong sangat jarang bermain sama kita akhir-akhir ini, ia lebih memilih menyendiri Bu.”
Benarkah? Ibu masih belum percaya.”
“Kalau Ibu belum percaya lihat saja besok ketika jam istirahat Bu.”
“Benar bu, kata Robet, lihat saja besok,” kata Doni meyakinkan Ibu Ida bahwa Acong akan kembali ke pojok lapangan besok.
“Baiklah, besok coba Ibu lihat.”
Ibu Ida masih bingung apa benar yang dikatakan Robet dan Doni tetang keanehan Acong. Menurutnya Acong adalah anak yang periang dan semangat, selama ini tidak pernah terjadi keanehan padanya. Menurutnya sekarang Acong sedang sedih karena Ayahnya sedang sakit, namun Acong tetap terlihat tegar dan periang. Semangat belajarnya pun tinggi, terlihat dia serius dalam belajar.
Merasa penasaran, Ibu Ida berniat membuktikan apa yang dikatakan teman-teman Acong besok.
Sesampainya di rumah, seperti biasanya ia langsung menemui Ayahnya dan menanyakan kabarnya.
“Ayah, bagaimana keadaan Ayah sekarang?”
“Alhamdulilah seperti biasanya, Ayah masih sehat. Buktinya Ayah masih bisa melihat Acong dengan senyumannya yang indah,” jawab Ayah Acong bercanda.
“Ayahhhh…..bercanda terus, hehehe...” kata Acong dengan bahagia. Cepat sembuh ya Ayah. Acong doakan Ayah sehat seperti semula.
Amin..”
“Ayah, Acong ke kamar dulu.”
Acong pun kembali ke kamarnya. Tidak seperti biasanya, Acong keluar sedikit lebih lama dari kamarnya. Biasanya ia keluar kamarnya dan makan siang, tapi hari ini tidak. Saat Ibunya lewat di depan kamar Acong ia mendengar suara nenek-nenek seperti berbicara dengan Acong. Ibunya heran, siapa yang sedang berbicara pada Acong.
“Nek, kapan kita ke gua itu? Acong ingin sekali ke gua itu nek..” suara terdengar dari kamar Acong, Acong sedang berbicara dengan seorang nenek. Kata Ibu dalam hati.
“Hihihi, Acong kamu adalah anak yang pandai dan cerdas. Hari ini kita akan menuju gua itu.” Tawa suara nenek yang terdengar dari kamar Acong.
Ibunya pun penasaran sekali akan suara tersebut, ia meyakinkan bahwa itu hanya pendengarannya saja yang salah. [i]Perlahan-lahan Ibu pun mendekati kamar Acong, ia mencoba mengintip dari lobang kecil di pintu. Terlihat Acong sendirian. Namun yang mengejutkan Ibu adalah Acong memang sedang berbicara sendirian, namun sang nenek yang Ibu dengar tidak ada di kamar. Ibunya masih penasaran apa ada nenek tua di kamar Acong.
Ibu pun kembali ke dapur dan Acong akhirnya keluar untuk makan siang.
“Acong, boleh Ibu bertanya?”
“Hmmm tumben Ibu serius bertanya.”
“Acong, di kamar tadi Ibu mendengar Acong berbicara dengan seorang nenek tua, itu siapa?
Acong terkejut sekali Ibu bertanya seperti itu. Ia menyadari kegiatan yang ia lakukan tidak boleh ada seorangpun yang tahu. Acong khawatir Ibu tidak mengizinkannya karena takut mengganggu sekolahnhya.
“Ooo itu suara nenek sebelah Bu.”
Memang saat itu kebetulan tetangga sebelah seorang nenek tua yang baru datang dari kota mengunjungi anaknya.
“Hmm, mungkin suara itu Bu yang Ibu maksud.” Acong meyakinkan kalau suara yang Ibu dengar tadi bukan berasal dari kamar Acong.
“Iya juga ya…
Waduh, hampir saja ketahuan. Untung aku bisa menjawab,kata Acong di dalam hati lega.
Mulai saat itu Acong pun berlatih semakin hati-hati dan tetap sembunyi-sembunyi, agar Ayah dan Ibunya tidak tahu apa yang dilakukannya.
Keesokan harinya Acong pergi ke sekolah seperti biasanya. Akan tetapi ia berangkat lebih pagi dari biasanya. Ayahnya heran karena Acong berangkat pagi-pagi sekali. Ia bermaksud berlatih diam-diam di Sekolah, karena menurutnya Sekolah adalah tempat yang aman untuk berlatih tanpa diketahui siapa pun.
Waktu itu tepatnya pukul 06.30 WIB. Di Sekolah belum terlalu banyak siswa yang datang. Kali ini Acong berlatih d belakang kelas. Acong tidak menyadari bahwa hari itu juga Ibu guru Ida ke sekolah lebih awal karena ada jadwal piket di sekolah.
Saat Bu Ida menuju ke ruang guru Ia melewati ruang-ruang kelas seperti biasanya, mengecek apakah pintu-pintu kelas telah dibuka. Saat ia melewati ruang kelas Acong ia melihat beberapa siswanya yang baru datang dan ada tas Acong di atas mejanya. Sepengetahuannya Acong biasanya belum datang pada jam segini, namun entah kenapa hari itu ia sudah lebih dulu datang. Bu Ida mencari dimana Acong dan ia pun mendengar suara seorang anak kecil dan nenek-nenek sedang bercakap-cakap. Ia pun mencari sumber suara itu.
Ternyata asal suara itu ada di belakang kelas. Bu Ida cemas, siapa sebenarnya yang ada di belakang kelas. Ia terkejut karena saat itu ia anya menemukan Acong seorang diri dan tidak ada siapa-siapa lagi. Acong pun menyadari ada orang yang mendekatinya dan ia baru tahu bahwa orang itu adalah Bu Ida.
Oh Bu Ida. Sudah lama datangnya Bu?
“Sudah Cong, kenapa Acong di belakang kelas sendirian?
“Tidak Bu. Acong ingin melihat belalang di sini, soalnya banyak belalang setiap pagi jadi sengaja Acong mencarinya.
Ibu Ida masih keheranan. “Suara siapa itu tadi. Tidak mungkin ada orang lain, hanya ada Acong di sini,kata Bu Ida dalam hati.
“Acong, ayo kembali ke kelas. Sebentar Lagi masuk.
“Iya bu.”
Acong pun kembali ke kelasnya, sedangkan Ibu Ida masih heran dengan suara yang barusan didengarnya di belakang kelas tadi. Saat itu Ibu Ida teringat perkataan Robet dan Doni tetang keanehan yang terjadi pada Acong kemarin. Hari ini Ibu Ida ingin memastikan apakah benar yang dikatakan teman-teman Acong itu.
Cuaca hari itu sangat cerah sekali, tidak seperti biasanya selalu hujan. Kali ini sangat cerah. Bel istirahat pun berbunyi.
Seperti biasa, ternyata Acong kembali lagi ke pojok lapangan sendirian. Saat itu Robet dan Doni segera memanggi Ibu Ida.
“Ibu Ida ayo kita ke lapangan, katanya mau lihat Acong?” kata obet
“Oya Ibu hampir lupa.” Jawab
Mereka menuju lapangan dimana Robet dan Doni ingin memeperlihatakan keanehan Acong selama ini.
Bu Ida, coba lihat. Benar kan itu Acong. Sudah beberapa minggu ini Acong sering menyendiri di sana, seperti berbicara dengan seseorang.”
“Iya bu, benar kan kata kami. Acong aneh,”
Ibu Ida terkejut dengan apa yang dilihatnya. Acong memang seperti sedang berbicara dengan seseorang, padahal ia di sana sedang sendirian dan tidak ada orang lain di sekitarnya. Entah siapa yang dia ajak bicara. Tanya Bu ida dalam hati
Bu Ida pun mengajak teman-teman Acong bubar dan kembali ke kelas karena bel masuk kembali telah berbunyi. Waktu itu barulah Ibu Ida yakin bahwa Acong sedikit berbeda dari sebelumnya. Setahu Ibu Ida, Acong adalah anak yang periang. Tidak pernah sedikitpun ia memperlihatkan kondisi keanehan yang terjadi padanya sekarang ini.
Ibu Ida berniat berkunjung ke rumah Acong untuk mengetahui keadaan Ayah Acong, sekaligus ingin tahu apakah Acong memiliki masalah di rumah.
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Ibu Ida bersiap-siap ingin pergi ke rumah Acong, ingin menjenguk Ayah Acong.
Setibanya di rumah Acong ibu Ida langsung bertemu dengan Ibu dan Ayah Acong. Ibu Ida berbincang-bincang dengan orangtua Acong dan menanyakan keadaan Ayahnya. Acong saat itu tidak ada di rumah.
“Ibu, bagaimana kabar Ayah Acong sekarang?
“Masih seperti biasanya bu, saran dokter dibawa ke Rumah Sakit namun sekarang belum bisa ke sana karena biayanya belum ada,” jawab Ibu Acong dengan nada sedih.
“Oya Bu, Acong tidak pernah cerita tentang penyakit Ayahnya. Karena itu saya ke sini ingin melihat keadaan Ayahnya secara langsung, Ibu sudah mengurus jaminan kesehatan?”
“Nah, itu Bu Ida. Tadinya kami sudah mencoba, namun dari pihak jaminan kesehatan belum bisa memproses dalam waktu dekat. Jadi kami harus menunggu tiga bulan terlebih dahulu.
“Oohh begitu ya Bu, Oya Bu boleh saya bertanya?
“Setelah pulang sekolah, apakah ada pekerjaan Acong yang ia lakukan semenjak Ayahnya sakit?
“Tidak ada Bu.”
Memangnya ada apa bu, Acong buat masalah di Sekolah Bu?”
“Tidak Bu, saya hanya ingin bertanya apakah ada yang berbeda yang Ibu lihat dari Acong?
“Tidak ada Bu, tapi beberapa hari ini ibu sedikit aneh melihat Acong. Acong sering mengurung diri di kamar. Pernah Ibu mendengar saat di kamar, Acong berbicara dengan nenek tua. Ketika dilihat ternyata Acong sendirian.”
“Nah itu dia Bu. Kondisi tersebut terjadi juga di Sekolah.. Teman-teman Acong sering melihat Acong berbicara sendiri. Saya juga pernah mendengar suara anak kecil dan nenek-nenek, tapi saat dilihat hanya Acong sendirian.”
“Astaghfirullah ya Allah, apa yang terjadi pada Acong.”
Mendengar cerita tersebut membuat Ibu Acong sangat sedih sekali dengan kondisi Acong. Beliau bingung apa yang ia harus katakan kepada Ayah tentang kondisi Acong yang berubah sekarang. Ibu membayangkan kalau Ayah tahu keadaan Acong sekarang, pastilah Ayah akan sedih sekali.
Saat Acong pulang, Acong terkejut sekali karena ada Ibu Ida wali kelasnya datang ke rumahnya.
“Masya Allah, ada Bu Ida. maaf Bu, Acong tidak tahu kalau Ibu mau ke rumah saya hari ini.”
“Ibu hanya ingin silaturrahim dan melihat ayahmu Cong.”
Acong meyalami Ibu Ida dan meminta maaf tentang ketidaktahuan akan kehadiran gurunya tersebut.





5
SURAT UNDANGAN
 PANGUNG PERTUNJUKAN

Situasi di rumah hari itu begitu berbeda, tidak seperti biasanya. Ibu tidak berkerja berjualan sama sekali. Semenjak kedatangan Ibu guru Ida ke rumah beberapa hari yang lalu, Ibunya Acong sedikit berubah. Entah apa yang terjadi kepada ibu.
Hari itu Acong pulang dari sekolah membawa  beberapa surat dari Sanggar Lentera. Ibu melihat Acong membawa surat undangan untuk Ayah dan Ibunya. Ibunya bingung, ini surat undangan apa dan mengapa Acong memberikannya kepadanya.
“Bu, ini ada undangan dari sanggar Lentera.
“Undangan untuk Ibu dan Ayah nak?
“Iya, untuk Ibu dan Ayah, wajib hadir ya Bu.”
Acong belum memberitahukan bahwa undangan yang telah diberikan kepada Ibunya itu merupakan undangan istimewa dan spesial buat Ayah dan ibunya.
Acong masih menyembunyikan rahasia ini, karena ia ingin pertunjukan ini nanti akan menjadi kabar bahagia buat Ayah dan Ibunya.
Di Sekolah, Acong pun memberikan undangan kepada Ibu guru Ida dan teman-temannya untuk menyaksikan penampilan dari Sanggar Lentera. Undangan tersebut diberikan agar masing-masing Sekolah setiap Kabupaten dapat menghadiri pertunjukkan tersebut.
“Bu Ida, ini ada undangan dari sanggar Lentera agar Sekolah kita dapat menghadiri acara tersebut.
“Sanggar Lentera….itu kan Sanggar yang sangat terkenal di kabupaten kita Cong.”
“Iya Bu, jadi kita harus menghadiri undangan tersebut Bu.” Jawab Acong
“Benar sekali, nanti Ibu minta perwakilan teman-teman kita untuk hadir ke sana ikut menyaksikannya. Acong ikut hadir ya…”
“Insya Allah bu, tetapi Acong tidak janji ya.”
“Loh mengapa? Acong ada acara?”
“Hmm nantilah Bu, nanti Acong akan beritahu ibu bisa hadir atau tidak.
“Bu Ida serius sekali ngobrolnya dengan Acong, ada apa ya…kok tidak mengajak Sandi?” sahut Sandi.
“Oh ya Sandi, kumpulkan teman-teman di kelas kita. Ibu akan menyampaikan bahwa ada undangan dari sanggar Lentera.”
 “Wahhh asyikk, saya ikut ya Bu..
“Iya, sekarang teman-temanya dikumpulkan.”
Ibu Ida memilih beberapa siswa yang akan menghadiri undangan tersebut, termasuk Kepala Sekolah dan Ibu Ida pun akan hadir di sana.
Bapak Kepala Sekolah sangat senang menerima undangan dari Sanggar Lentera. Dia mengetahui bahwa Sanggar Lentera adalah sanggar pendidikan yang selalu mendukung kemajuan pendidikan dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan. Sanggar Lentera selalu menjadi perhatian orang banyak. Pastinya acara tersebut adalah acara besar yang dihadiri oleh setiap Sekolah.
Setelah sampai divrumah, Acong kembali mengingatkan Ibu dan Ayah tentang undangan yang telah diberikan beberapa hari yang lalu.
“Bu jangan lupa besok untuk hadir undangan dari Sanggar Lentera, Oh ya bu sudah disampaikan sama Ayah?
“Oh ya Ibu hampir lupa, belum nak?”
“Kalau begitu biar Acong saja yang menyampaikannya bu.”
Acongpun menuju kamar ayah untuk menyampaikan undangan yang telah diberikan kepada Ibu. Ia menyadari kesibukan Ibunya sehingga lupa untuk menyampaikan undangan tersebut. Acong sangat berharap sekali agar Ayah dan Ibunya bisa hadir di acara tersebut.
“Ayah..”.
“Iya nak ada apa?”
“Bagaimana keadaan Ayah sekarang? Sudah lebih baikkah yah?”
“Alhamdulillah nak, sepertinya Ayah sudah semakin lebih baik. Berkat doa Acong, Ayah sudah kembali sehat.”
“Ayah bisa saja, Alhamdulillah. Acong senang sekali kalau Ayah sudah sehat.”
“Ayah Acong ingin menyampaikan sesuatu kepada Ayah?” kata Acong
“Sesuatu apa nak? Sampaikan saja.”
“Ayah tahu Sanggar Lentera?”
“Hmm Sanggar yang mana ya….Ayah lupa Cong.”
“Sanggar Lentera yang biasanya mengadakan pertunjukkan besar.”
“Sanggar yang terkenal itu ya nak?”
“Benar yah itu Sanggar Lentera namanya.”
“Ooo…Emang ada apa nak?”
“Berapa hari lalu Acong diberi undangan agar diberikan kepada Ayah dan Ibu untuk dapat menghadiri acara di Sanggar Lentera tersebut. Undangan sudah diberikan kepada Ibu. Ibu lupa menyampaikannya kepada Ayah.”
“Hmm Ibu mungkin lupa nak.”
“Kapan acaranya nak?”
“Besok yah.”
“Jadi Ibu dan Ayah harus hadir ya…”
“Iya Yah.”
“Acong juga ikut kesana.”
“Acong bersama teman-teman dari Sekolah, nanti kita bertemu disana saja, Pokoknya Ayah dan Ibu harus hadir pada acara tersebut.”
“Insya Allah nak, Ayah akan usahakan dapat hadir pada acara tersebut.”
Ayahnya merasa Acong sedikit berbeda hari ini. Ayah melihat Acong sangat semangat sekali dengan kegiatan tersebut dan anehnya Acong sangat ingin sekali Ayah dan Ibu hadir. Perasaan aneh itupun disampaikan kepada Ibu.
“Ibu.., tadi kata Acong ada undangan dari sanggar Lentera.”
“Ooh iya yah beberapa hari yang lalu Acong, memberikan kepada Ibu.”
“Bu boleh Ayah bertanya pada Ibu.”
“Boleh, ada apa Ayah?”
“Ibu melihat ada yang berbeda pada diri Acong tidak.”
Sang ibupun langsung teringat kembali peristiwa beberapa hari yang lalu tentang kondisi Acong yang aneh baik di rumah maupun di Sekolah.
“Ayah benar, Acong sekarang aneh, sebenarnya sebelumnya Ibu ingin menyampaikan tentang kondisi Acong beberapa minggu ini.”
Ayah Acong bingung akan keanehan yang dimaksud Ibu. Kemudian Ibu Acong menceritakan kondisi Acong selama ini.
“Kemarin saat Bu Ita, gurunya Acong ke rumah, Beliau menyampaikan bahwasanya Acong di Sekolah sering berbicara sendiri di lapangan.”
“Apa, Berbicara sendiri ??? tanya Ayah terkejut.
“Iya Ayah, Ibu ita menyampaikan beberapa minggu ini  Acong sering menyendiri di pojok lapangan Sekolah, ia suka berbicara dengan lawan bicaranya, saat dilihat, Acong sendirian tanpa ada seorang teman satupun.”

“Bu jangan lupa besok untuk hadir di acara Sanggar Lentera, Oh ya bu sudah disampaiakn sama Ayah?’
 “Apa benar itu bu, ayah tidak percaya dengan yang disampaikan Bu Ita.”
“Iya yah, ibu juga pernah mendengar di kamar Acong saat Ibu melintas kamarnya, Ibu melihat Acong sedang berbicara dengan seorang nenek, saat pintu dibuka tidak ada siapa-siapa. Saat ditanya, Acong menjawab tidak ada siapa-siapa.”
“Kenapa  Ibu tidak bilang sama Ayah tentang kondisi Acong yang seperti itu.”
Saat Ayah mendengar kabar tersebut raut wajah ayah berubah, Ayah sangat khawatir terhadap anaknya Acong.
Ayah Acong mulai berpikir, apakah perubahan Acong ini dikarenakan kondisinya yang sedang sakit?
“Bu, jadi ibu sudah menanyakan kepada Acong tentang kondisinya sekarang ini.”
“Ibu belum ada waktu menanyakan ini kepada Acong karena Acong beberapa hari ini sering ke luar.”
“Ke luar kemana bu?”
“Katanya belajar kelompok.”
“Ohhhhh.”
Setelah Ayah mengetahui kondisi Acong yang aneh beberapa minggu ini, Ayah berencana ingin bertanya kepada Acong tentang kondisinya yang berbeda sekarang ini, namun Ayah mencari waktu yang tepat untuk membicarakan hal tersebut.
Kabar tentang Acong yang terlihat aneh, tidak membuat Ayah untuk tidak  hadir dalam undangan acara Sanggar Lentera. Ibu dan Ayah sudah bersiap-siap menuju tempat pertunjukan. Acong dari pagi tadi tidak kelihatan. Ayah bertanya-tanya kemanakah Acong? Apakan beliau sudah berangkat?
“Bu, Acong di mana? Mengapa tidak kelihatan?”
“Oohh ia yah, tadi malam Acong berpesan kalau ia pergi lebih pagi bersama teman-teman di Sekolah. Ia juga berpesan kepada kita agar hadir tepat waktu.”
“Ooo begitu, Ibu sudah siap, kalau sudah siap ayo kita berangkat.”
“Iya yah, sebentar Ibu ambil tas ke kamar terlebih dahulu.”
Setelah semuanya siap, Ibu dan Ayahnya pun pergi menuju tempat pertunjukkan. Jarak rumah Acong ke Sanggar  Lentara cukup jauh. Kedua orang tua Acong berangkat dengan Taxi.  Ibu dan Ayah Acong berangkat pukul 07.30 WIB. Diperjalanan Ayah terus memikirkan keadaan Acong yang sekarang berubah. Ia tidak sabar ingin bertanya kepada Acong tetapi Acong kelelahan semalam. Ia tidak ingin menganggu tidur Acong.
“Ayah, mengapa melamun? Apa yang sedang ayah pikirkan?
“Tidak bu, hanya memikirkan kondisi Acong.”
“Ayah, jangan terlalu banyak pikiran, nanti Ayah sakit lagi. Ayah tidak boleh terlalu banyak pikiran.”
Saat keduanya sedang bercerita, tidak terasa mereka sudah sampai di Sanggar Lentera. Ibu sangat penasaran, karena melihat banyak sekali orang di tempat pertunjukkan. Awalnya ibu mengira acaranya biasa saja. Ayah dan Ibu menuju ruangan. Di sana telah ada penjaga keamanan yang mengarahkan orang tua Acong menuju ruangan. Setelah sampai di ruangan, Ayah dan Ibu terpesona melihat ruangan yang begitu megah. Karena melihat ruangan yang begitu megah, Ayahpun sejenak terlupa dengan keadaan Acong. Ayah melihat-lihat setiap sudut ruangan mencari keberadaan Acong dan teman-temannya.
“Apakah ibu melihat Acong?”
“Ibu juga belum melihat keberadaan Acong dan teman-temannya, jawab Ibu kepada Ayah.
Suasana saat itu sangat bising karena pengunjung pertunjukkan belum dimulai, beberapa menit kemudian terdengar suara pembawa acara dari panggung ruangan mengumumkan bahwa acara akan segera dimulai.
“Para undangan semuanya, dimohon untuk menempati tempat duduk yang telah disiapkan, karena acara pembukaan akan segera dimulai.” Kata pembawa acara.
Acara pembukaan segera dimulai. Suasana ruangan serentak menjadi hening, beberapa susunan acara telah disampaikan dan berbagai kegiatan telah berlangsung. Ibu dan Ayahpun menikmati pertunjukkannya
Acara masih sedang berlangsung, pembawa acara kembali melanjutkan acara. Untuk kali ini pembawa acara menyampaikan bahwa teater sanggar Lentera akan memberikan pertunjukan kepada para undangan semuanya, sekaligus menyampaikan bahwa pertunjukan ini akan dimainkan oleh seorang anak Sekolah Dasar. Dalam kesempatan ini, pihak Sanggar Lentera memberikan beasiswa berupa uang pembinaan bagi peserta yang berhasil menjadi pemain terbaik.
“Para undangan sekalian, mari kita sambut pertunjukan permainan boneka tangan yang akan dibawakan oleh anak kita yang berasal dari desa Dusun Sawah yaitu Acong Prasetio”.
Tiba-tiba ruangan berubah menjadi sangat meriah. Para undangan berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah pada pertunjukkan Panggung Boneka yang sedang berlangsung.
Orang tua Acong merasa sangat terkejut saat pembawa acara menyebutkan nama Acong yang memainkan boneka panggung. Ibupun mendekati panggung  dan melihatnya lebih dekat. 
“Masyaa Allah ini Acong anakku” kata Ibu dalam hati.
“Ayah..ayah…ayahhhhh itu Acong, Anak kita yang memaikan boneka tangan. Ibu tidak percaya Acong bisa menampilkan pertunjukan tersebut.
Ayahpun juga sangat terkejut dengan penampilan Acong. Ayah bahagia sekali dan tidak mengira bahwa Acong memiliki bakat sepeti itu. Teman-teman Acongpun juga terkejut melihat Acong. Mereka baru menyadari, selama ini keanehan Acong berbicara sendiri di lapangan, di belakang kelas itu semua adalah permainan suara Acong. Ibu Ita  sangat terpesona dengan penampilan Acong. Ia baru  menyadari bahwa perubahan Acong selama ini dikarenakan Acong ikut serta dalam pertunjukkan boneka panggung dengan memainkan suara yang beraneka ragam karakter.
Setelah pertunjukkan selesai, Acong langsung diumukan sebagai pemain terbaik di Sanggar Lentera, pihak sanggar memberikan penghargaan  beasiswa berupa uang pembinaan kepada Acong.
Setelah aksi panggungnya, Acong meminta izin kepada pembawa acara agar diberi kesempatan berbicara di atas panggung, Acong menyampaikan bahwa keanehan yang terjadi pada dirinya di kelas dan di rumah adalah latihan untuk mengikuti pertunjukkan permainan boneka panggung.
 “Para undangan sekalian, Acong ingin menyampaikan sesuatu. Hari ini Acong sangat bahagia sekali karena Acong ingin sekali membantu ayah berobat ke Rumah Sakit. Hadiah yang Acong dapat ini akan dipersembahkan untuk Ayah tercinta. Mohon doanya agar  penyakit Ayah diangkat dan disembuhkan”. Aamiin…..
Semua tamu undangan berdiri dan memberikan tepuk tangan meriah untuk Acong.
Ayah, Ibu, Bu guru Ita dan teman-teman Acong mengucapkan selamat dan turut bahagia atas prestasi yang diperolehnya. Ibu dan Ayah sangat bangga dan terharu atas yang dilakukan Acong untuk mereka.




Komentar