Cerita Menginspirasi"Panggung Boneka Untuk Ayah"
I
“AYAH, IBU”
Acong
Prasetio namanya. Seorang anak yang tinggal di desa Dusun Sawah, Kabupaten
Rejang Lebong. Acong merupakan
anak yang hidup sangat mandiri dan sederhana. Walaupun
dia tidak terlalu cerdas di kelas, namum
motivasi belajarnya sangatlah
tinggi untuk tetap bersekolah.
Bapak Rudi adalah sosok Ayah Acong yang
sangat gigih berkerja. Setiap hari beliau mengayuh sepeda berkeliling menawarkan jasa sebagai tukang sol sepatu. Acong begitu sangat menyayanginya.
Terdengar sebuah ketukan dari luar pintu, menandakan
ada seseorang yang datang. Ibu segera
membuka pintu.
“Ooo...Ayah. Ibu pikir siapa.
Bagaimana ayah hari ini, banyak sepatu yang disol?’
“Alhamdulillah
Bu, lumayan
untuk kebutuhan makan besok,”
Ayah terlihat sangat lelah setelah seharian bekerja pada
hari itu.
“Bu, Acong sudah pulang?”
“Belum
Ayah.”
“Mengapa
belum pulang ya.. Tidak
biasanya Acong lama pulangnya?”
“Ayah, mungkin Acong kerumah temannya.
Ayah silahkan makan, Ibu sudah
menyiapkan makanannya.”
Saat
Ayah menuju dapur, Ibu melihat
kondisi suaminya berbeda. Tidak seperti biasanya, dia kelelahan, kedua kakinya
gemetar melangkah, seperti sedang tidak sehat.
“Ayah???”
“Iya
Bu?”
“Ayah
sakit? Mengapa
berjalannya seperti itu? Lemas sekali, Ibu melihat Ayah melangkahkan
kaki sangat susah. Ada apa Yah?”
“Hmm, iya Bu. Asam urat
Ayah kambuh. Terasa sakit sekali,
dari tadi Ayah
menahannya. Tidak seperti biasanya.”
“Ya
Allah, Ayah
mengapa tidak bilang? Bukannya ayah
mengeluh dua bulan yang lalu sakitnya?”
“Iya
Bu. Tetapi hari ini terasa sekali. Nyeri dan
sakit.”
“Ayah, kita ke
dokter saja.”
“Ibu..Ibu..kitakan bukan orang kaya. Biarlah, Ayah masih
bisa menahannya. Dokter nantipun akan bilang kurangi saja
obatnya,” kata Ayah.
“Jadi
bagaimana keadaan Ayah sekarang?”
“Sehat
Bu. Lihat, Ayah sedang
makan.”
Ibu tidak percaya dengan apa yang dikatakan suaminya itu, karena dia
melihat suaminya itu sangat susah menahan sakit dikakinya. Namun Ayah
mengelak dan tetap berkata kalau
kakinya tidak sakit.
Setelah
selesai makan, Ayah ke kamar dan langsung beristirahat.
Ibu menuju ke kamar dan melihat wajah Ayah begitu
pucat. Ibu keluar kamar dan menuju ke tempat mas Dirman. Ia adalah Mantri yang dipercaya dikampung jika ada orang sakit.
“Maaf
Bu Asisyah, sepertinya
Bapak sakit asam uratnya sudah parah.”
“Apa? Sakit Bapak sudah
parah?”
“Iya Bu. Saya khawatir sakit Bapak ini juga sudah masuk fase stadium 1. Karena itu akan lebih baik jika segera diobati,” kata Diman.
Ibu sedih dan merasa bersalah karena tidak pernah tahu bahwa selama ini suaminya telah menderita sakit parah. Selama ini Ayah tidak pernah mengeluh apapun tentang penyakitnya itu.
“Ayah, mengapa Ayah tidak jujur sama Ibu? Ayah bilang tidak sakit, tapi ini buktinya. Mantri bilang, Ayah perlu istirahat dan segera berobat.” Ibu sangat khawatir dengan kesehatan Ayah, sampai-sampai
matanya meneteskan air mata.
“Ibu, maafkan Ayah. Ayah tidak
ingin menyusahkan Ibu dan
Acong selama ini. Apalagi kalau Acong tahu, pastilah dia sangat sedih.”
“Iya
Ayah. Tapi Ayah harus
jujur, jika Ayah
tidak mampu lagi berkeliling,
beristirahatlah. Ibu bisa menggantikan Ayah mencari uang sementara.”
Acong pulang dari sekolah. Acong heran melihat Ayah dan Ibunya berbicara di dalam kamar, seperti ada sesuatu yang penting dibicarakan.
“Ayah kok sudah pulang,” tanya
Acong.
“Iya
nak, Ayah
pulang cepat karena hari ini Ayah sudah
lumayan dapat rezeki. Kebetulan Ayah ada urusan, jadi ayah
pulang cepat.”
“Wah, Ayah dapat uang banyak yaa.. Traktir donk Yah...
hehehe,” Acong
bercanda.
“Acong, kenapa hari ini pulangnya agak lambat?”
“Maaf Yah, tadi belajar kelompok dulu di rumah teman. Ada tugas Sekolah.”
“Masya Allah, anak Ayah hebat dan rajin sekali belajarnya.
Ayah bangga punya anak seperti Acong.”
“Ayah
bisa saja. Lihat Bu, Ayah memujiku. Pasti ada
maunya, hehehe.”
“Benar
kata Ayah nak, kamu memang rajin,” kata Ibu.
“Acong, Ayah ingatkan, jangan pernah berpikir untuk putus Sekolah. Walaupun keadaan kita apa adanya. Itu pesan Ayah buatmu nak.”
“Iya Ayah, tapi Ayah
harus jujur, jika Ayah
tidak mampu lagi berkeliling,
beristirahatlah. Ibu bisa
menggantikan Ayah mencari uang sementara.”
“Ayah, mengapa Ayah bicara begitu?
Acong semangat belajar kok Yah,” jawab Acong keheranan karena Ayahnya bicara seperti itu.
“Acong, gantilah bajumu dan segera makan,” kata
ibu menyela
pembicaraan Ayah dan Acong.
Acong segera mengganti baju di kamarnya, dengan perasaan kebingungan atas kata-kata
dari ayahnya.
2
BERSEDIH
Hari
minggu yang cerah. Desa Dusun Sawah
adalah tempat yang nyaman untuk bermain layang-layang
setiap hari minggu. Seperti biasa sebelum bermain layang-layang, Acong selalu
menyelesaikan tugas dari Ibu. Mencuci pakaian sendiri dan menyapu rumah adalah
pekerjaannya sehari-hari, tugas itu diberikan Ibunya dengan maksud agar Acong semakin mandiri nantinya.
Acong mencari Ayahnya di sekitar rumah, karena sejak tadi pagi ia tidak melihat Ayahnya sama sekali. Biasanya, setiap pagi Ayah Acong selalu menyiapkan
peralatan kerjanya dan bersiap untuk berkeliling kampung. Tapi kali ini Acong
sama sekali tidak melihat wajah Ayahnya sejak pagi.
“Ibu, Ayah dimana? Kok dari tadi Acong
tidak melihat Ayah,” tanya
Acong penasaran.
“Ayah
ada di kamar nak. Ayah hari ini tidak berkeliling,
karena Ayah ingin
istirahat.”
“Lho, mengapa Ayah tidak berkerja bu ?
Ayah sakit?”
“Ayah hanya butuh istirahat saja nak.”
Acong
langsung menuju ke kamar
melihat keadaan Ayahnya.
“Ayah,
Ayah, Ayah?” Acong mengetuk pintu.
Panggilan Acong tidak dijawab oleh Ayahnya. Acong mulai
cemas dengan keadaan Ayahnya di kamar. Saat membuka kamar, Acong
melihat Ayahnya masih
tertidur pulas. Acong tidak ingin mengganggu Ayahnya. Wajah Ayahnya terlihat kelelahan sekali, tidak seperti
biasanya.
“Ibu? Ibu? Ibu? Ada
apa dengan Ayah
“Sepertinya
Ayah sakit ya Bu?”
Ibu
terdiam. Dia tidak berkata apa pun, ia lebih memilih terus mengerjakan pekerjaannya di dapur.
“Acong
katanya mau bermain layang-layang, itu teman-teman
sudah menunggu,” kata ibu mengalihkan
pembicaraan.
“Acong tidak jadi bermain hari ini, Acong ingin
menjaga Ayah saja bu ”

“Ibu, Acong mau bekerja untuk mencarikan biaya
pengobatan Ayah. Ayah harus sembuh, tidak boleh dibiarkan begitu saja”
Acong terus mendesak
Ibu untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Ayah. Akhirnya Ibu
menceritakan pada Acong apa yang sebenarnya terjadi pada Ayahnya.
“Nak, sebenarnya Ayah
sekarang sedang sakit. Makanya Ayah butuh istirahat.”
“Ayah sakit?”
“Iya
nak, Ayah
sudah beberapa hari ini mengeluh sakit
asam uratnya. Selama ini Ayah tidak pernah bercerita pada
Ibu tentang sakitnya, Ibu juga baru tahu kemarin dari mantri. Sepertinya
sakitnya kali ini lumayan parah.”
“Ya
Allah, kenapa selama ini Ayah tidak bilang.”
“Kamu
tahu sendiri, Ayah memang tipe orangnya tidak pernah mengeluh tentang keadaannya.”
“Jadi
bagaimana Bu?”
“Kemarin Ibu sudah bawa Ayah ke mantri. Katanya Ayah harus banyak istirahat karena sepertinya
sudah masuk stadium 1.”
“Apaa? Stadium!? Itu namanya sudah parah Bu.”
“Iyah
nak, karena itu beberapa hari ini Ayah tidak
boleh terlalu
banyak bekerja.”
“Ya
Allah, sembuhkanlah Ayah dari
sakitnya, Acong tidak tega melihat Ayah”
Acong
sangat sedih sekali mengetahui Ayahnya sakit. Ia tahu Ayahnya adalah orang yang kuat, tidak biasanya Ayahnya sakit sampai seperti ini. Terlintas
dalam pikirannya bahwa ia harus membantu bekerja untuk mencari biaya pengobatan Ayahnya.
“Ibu, Acong mau
bekerja untuk mencarikan biaya pengobatan Ayah. Ayah harus sembuh, tidak boleh
dibiarkan begitu saja.”
Saat mendengar kata-kata Acong, Ibunya tersentuh. Keinginan
Acong untuk berkerja membantu ayahnya tidak diizinkan
oleh ibunya, karena menurutnya Acong
harus tetap fokus pada sekolahnya.
“Nak, Ibu sangat
bangga punya anak seperti dirimu, apalagi Ayah. Pasti
beliau bangga sekali jika melihat dirimu seperti ini. Akan tetapi menurut Ibu
nak, Acong fokus sekolah saja dulu. Masalah
biaya, Ibu
akan berusaha semaksimal mungkin
mencarinya. Ibu juga punya penghasilan dari buruh cuci, Ibu juga
akan menggantikan Ayah berkeliling.”
Kata-kata sang Ibu membuat Acong sangat sedih. Ia
kemudian teringat pesan Ayahnya bahwa Acong tidak boleh berhenti sekolah. Sebuah nasihat yang membuat Acong selalu
termotivasi untuk lebih rajin lagi
bersekolah dan sungguh-sungguh dalam belajar. Ia juga berjanji pada Ibunya akan
terus sekolah
3
SANGGAR LENTERA
Kondisi
Ayah Acong semakin hari semakin memburuk. Terlihati Ayahnya mengeluh kesakitan,
tidak seperti biasanya. Ayahnya sekarang semakin sering menegeluh, padahal setahu Acong Ayahnya adalah sosok yang sangat kuat dan tidak suka mengeluh. Sakit
yang diderita sang Ayah kini memang benar-benar
sudah sangat parah. Acong
yang menyayangi orangtuanya, sngat
sedih melihat kondisi Ayahnya yang sedang sakit.
Ibunya pun kini setiap hari selalu berkeliling
mengantikan Ayahnya menjadi tukang sol.
“Ayah?”
tanya Acong yang
baru saja pulang dari sekolah.
“Acong,
kamu sudah pulang nak?’
“Iya, bagaiman
kondisi Ayah
sekarang?”
“Alhamdulillah
nak, sudah mendingan.”
Acong
tahu Ayahnya hanya berpura-pura tidak sakit, karena Acong
mendengar Ayahnya merintih kesakitan sebelumnya.
“Cepat
sembuh ya Ayah. Acong
selalu berdoa agar penyakit Ayah diangkat oleh Allah.”
“Aamin.”
“Kenapa
Acong pulang cepat hari ini?”
“Acong hari ini ulangan tengah
semester. Kami pulang cepat dari biasanya.”
“Oo, bagaimana soalnya tadi?”
tanya Ayah
“Insya
Allah Yah.”
Jawab Acong
Acong keluar kamar menuju dapur untuk makan siang.
Sesekali Acong melamun di meja makan, memikirkan Ayahnya. Ia berpikir keadaan
Ayahnya tidak bisa dibiarkan saja, ia
harus berobat agar segera sembuh. Acong berpikir untuk mencari uang namun tetap
bisa terus bersekolah.
“Pokoknya
aku tidak boleh berdiam diri seperti ini, aku harus berkerja untuk membantu Ayah,” kata Acong
dalam hati.
Saat
Acong sedang melamun di meja makan, Ibunya pulang.
Acong pun berpamitan pada Ibunya ingin pergi ke rumah
Sandi meminjam koran, ia bermaksud mencari pekerjaan yang dapat ia kerjakan.
Rumah Sandi tidak terlalu jauh dari rumah Acong.
Sesampainya di rumah Sandi, Acong langsung melihat-lihat
koran yang ada di sana.

“Terbitan bulan ini. Bawa saja
semuanya Cong,” kata Sandi
“Sandi, saya mau pinjam korannya ya.”
“Boleh
Cong, untuk apa? Banyak atau
tidak butuhnya?”
“Koran
yang di sana itu terbitan kapan?”
“Terbitan
bulan ini. Bawa
saja semuanya Cong,”
“Iya Sandi, terima kasih
banyak.”
Acong pun
pulang ke rumah membawa banyak koran yang ia pinjam dari Sandi. Satu
persatu Acong membacanya. Halaman
demi halaman, satu per satu koran yang ia baca belum ada lowongan pekerjaan yang pas untuknya.
Acong pun
pesimis,
perkerjaan apa yang harus ia lakukan agar bisa membantu Ibu dan Ayahnya.
“Acong…Acong…Acong.”
Terdengar
suara dari kamar Ayahnya memanggil-manggil Acong. Acong segera menuju kamar Ayahnya.
“Ada apa Yah memanggilku?”
“Tolong bantu Ayah ke ruang tamu. Badan Ayah sedikit
kurang enak. Ayah ingin melihat-lihat pemandangan di luar” pinta
Ayahnya.
Setelah
Ayahnya berada di
ruang tamu, Acong
kembali melihat-lihat
koran yang tersisa. Kemungkinan ada informasi lowongan perkerjaan yang pas untuknya. Tanggal 2
Februari 2017 ada sebuah lowongan pekerjaan
menarik. “Dicari segera, anak-anak yang pandai menirukan suara-suara. Jika
berminat hubungi segera Sanggar Lentera.”
Itulah isi lowongan yang ada dikoran.
Acong yang penasaran langsung menghubungi nomor telepon yang tertera di kolom
bagian lowongan pekerjaan. Informasi
yang diperoleh bahwa memang
benar, Sanggar Lentera membutuhkan
anak-anak yang berbakat untuk nantinya
akan diberi beasiswa oleh Sanggar itu. Acong senang sekali, ia berharap dapat menjadi bagian
dari sanggar itu.
Acong pun mulai berlatih. Ia
tetap semangat belajar, baik di rumah
maupun di Sekolah. Acong
adalah siswa yang bisa membagi waktu.
4
ANEH
Hari-hari Acong disibukkan dengan latihan, agar dapat memenangkan beasiswa yang ditawarkan
oleh sanggar Lentera. Terbayang
oleh Acong betapa senangnya ia apabila
memenangkan perlombaan itu. Pastilah nanti Ayahnya bisa berobat ke Rumah Sakit.
Ibunya pun heran, akhir-akhir ini terlihat Acong sangat
berbeda sekali.
“Acong?”
“Iya bu? Ada apa Ibu memanggilku?” tanya Acong.
“Ibu
perhatikan beberapa hari
ini kamu berbeda sekali, memangnya ada apa Cong?” Tanya Ibu dengan
rasa penasaran.
“Ada deh, nanti Acong beritahu..tapi nanti ya…Acong
mau sekolah dulu Bu.”
Acong merahasiakannya karena Acong tidak ingin Ayah dan
Ibunya tahu apa yang sebenarnya sedang ia kerjakan. Di sekolah, teman-teman dan guru Acong pun heran
melihat tingkah Acong yang sekarang sedikit berbeda.
“Cong, bagaimana kabar Ayahmu? Katanya sakit
ya?”
“Iya bu Ida. Ayah sudah sebulan ini sakit, jadi harus beristirahat di rumah.”
“Sekarang bagaimana keadaannya?”
“Masih
dalam proses penyembuhan Bu”
“Sudah dibawa ke Rumah Sakit?”
“Belum
Bu, baru ke Pukesmas saja. Sebenarnya
kata Ibu saya nanti akan dibawa ke Rumah Sakit,”
jawab Acong dengan nada lemas.
Acong langsung lemas seketika, setelah Ibu gurunya bertanya
seperti itu.
“Ada
apa Cong, mengapa lemas?”
“Tidak apa-apa Bu.”
Tak terasa, bel istirahat
telah berbunyi. Tidak seperti
biasanya, akhir-akhir ini Acong sering beristirahat sendirian saja. Acong
pergi ke tempat yang terlihat
sepi, di sana ia berlatih berbicara dengan
karakter suara yang berbeda-beda. Teman-teman Acong pun heran dan hanya melihat Acong dari
kejauhan memperhatikan keanehannya.
“Don…Don…Don,
coba lihat?” Robet memanggil Doni
“Iya Bet, ada apa?”
“Coba
lihat di pojok lapangan sana. Acong
sedang bercakap-cakap
sendirian.”
“Mana?”
“Itu
yang sedirian di bawah
pohon. Coba
lihat, itu Acong kan?”
“Ooo
iya. Si Acong ngapain di sana?” Kata
Robet yang juga merasa aneh melihat
tingkah
Acong.
“Benar
Doni. Acong sedang berbicara sendiri.”
“Hiiiiii
aneh yahhh.”
“Jangan
jangan Acong berbicara dengan.....”
“Dengan
siapa Bet? kamu buat
aku takut deh…”
Robet
dan Doni yang ketakutan langsung menuju ke ruang guru mencari Ibu Ida.
Bu Ida adalah wali kelas mereka, termasuk

“Coba
lihat di pojok lapangan sana. Acong
sedang bercakap-cakap sendirian.”
Acong. Mereka ingin
menyampaikan keanehan Acong pada Bu Ida. Menurut mereka Acong akhir-akhir ini aneh sekali. Terlihat
oleh teman-temanya Acong suka menyendiri dan berbicara sendiri.
“Bu
Ida…Ibu ida...” panggil
Robet dan Doni serempak.
“Ada
apa nak?”
“Bu, ini, hmmm.. Robet saja yang berbicara bu.”
“Bet, ada apa? Sepertinya serius
sekali,” tanya Bu Ida
dengan penasaran.
“
Bu, apa Ibu tidak
merasa aneh pada Acong?”
“Aneh
mengapa?”
“Aneh
pokoknya Bu.”
“Maksudnya
aneh bagaimana?”
“Begini
Bu, kami sering melihat Acong sering menyendiri di
pojok lapangan berbicara sendiri, seperti ada teman bicaranya.”
“Benar
Bu, Doni juga
lihat.”
“Hmm, Robet, Doni, kalian
lucu ya.. itu perasaan kalian saja nak.
Buktinya pagi tadi Ibu lihat
Acong semangat sekali
belajarnya.”
“Iya
Bu, biasanya
setelah istirahat Acong sangat jarang bermain sama kita akhir-akhir
ini, ia
lebih memilih menyendiri Bu.”
“Benarkah? Ibu masih belum percaya.”
“Kalau
Ibu belum percaya lihat saja besok ketika jam istirahat Bu.”
“Benar
bu, kata Robet, lihat
saja besok,” kata Doni meyakinkan Ibu Ida bahwa Acong akan kembali ke pojok
lapangan besok.
“Baiklah, besok coba Ibu lihat.”
Ibu
Ida masih bingung apa benar yang dikatakan Robet dan Doni tetang keanehan Acong. Menurutnya Acong
adalah anak yang periang dan semangat, selama
ini tidak pernah terjadi keanehan padanya. Menurutnya
sekarang
Acong sedang sedih karena Ayahnya sedang
sakit, namun Acong tetap terlihat tegar
dan periang. Semangat belajarnya pun
tinggi, terlihat dia serius dalam
belajar.
Merasa penasaran, Ibu Ida berniat membuktikan apa yang
dikatakan teman-teman Acong besok.
Sesampainya di rumah, seperti biasanya ia langsung
menemui Ayahnya dan menanyakan kabarnya.
“Ayah, bagaimana keadaan Ayah sekarang?”
“Alhamdulilah
seperti biasanya, Ayah masih sehat. Buktinya Ayah masih bisa melihat Acong dengan senyumannya yang indah,” jawab
Ayah Acong
bercanda.
“Ayahhhh…..bercanda
terus, hehehe...” kata Acong dengan bahagia. “Cepat
sembuh ya Ayah. Acong
doakan Ayah sehat
seperti semula.”
“Amin..”
“Ayah, Acong ke kamar
dulu.”
Acong pun
kembali ke kamarnya. Tidak
seperti biasanya, Acong
keluar sedikit lebih lama dari kamarnya. Biasanya ia keluar kamarnya dan makan siang, tapi hari
ini tidak. Saat Ibunya lewat di depan
kamar Acong ia mendengar suara nenek-nenek seperti berbicara dengan Acong.
Ibunya heran, siapa yang sedang berbicara pada Acong.
“Nek, kapan kita ke gua itu?
Acong ingin sekali ke gua itu nek..” suara
terdengar dari kamar Acong,
Acong sedang berbicara dengan
seorang nenek. Kata Ibu dalam hati.
“Hihihi, Acong kamu adalah anak
yang pandai dan cerdas. Hari ini kita akan menuju gua itu.”
Tawa suara nenek yang terdengar dari kamar
Acong.
Ibunya pun penasaran
sekali akan suara tersebut, ia meyakinkan
bahwa itu hanya pendengarannya saja yang salah. [i]Perlahan-lahan Ibu pun mendekati
kamar Acong, ia
mencoba mengintip dari lobang kecil di pintu. Terlihat Acong sendirian. Namun yang
mengejutkan Ibu adalah
Acong memang sedang berbicara sendirian, namun sang nenek yang Ibu
dengar tidak ada di kamar. Ibunya masih penasaran apa ada nenek tua di kamar
Acong.
Ibu pun kembali ke dapur dan Acong akhirnya keluar untuk
makan siang.
“Acong, boleh Ibu
bertanya?”
“Hmmm
tumben Ibu serius bertanya.”
“Acong, di kamar tadi
Ibu mendengar Acong berbicara dengan seorang nenek
tua, itu siapa?”
Acong
terkejut sekali Ibu
bertanya seperti itu. Ia menyadari
kegiatan yang ia lakukan tidak boleh ada seorangpun
yang tahu. Acong khawatir Ibu tidak
mengizinkannya karena takut mengganggu sekolahnhya.
“Ooo
itu suara nenek sebelah Bu.”
Memang saat itu kebetulan tetangga
sebelah seorang nenek tua yang baru datang dari
kota mengunjungi anaknya.
“Hmm, mungkin suara
itu Bu yang Ibu maksud.” Acong
meyakinkan kalau suara yang Ibu dengar
tadi bukan berasal dari kamar Acong.
“Iya
juga ya…”
“Waduh, hampir saja ketahuan. Untung aku bisa menjawab,” kata Acong di
dalam hati lega.
Mulai saat itu Acong pun berlatih semakin hati-hati dan
tetap sembunyi-sembunyi, agar Ayah dan Ibunya tidak tahu apa yang dilakukannya.
Keesokan harinya Acong pergi ke sekolah seperti biasanya.
Akan tetapi ia berangkat lebih pagi dari biasanya. Ayahnya heran karena Acong
berangkat pagi-pagi sekali. Ia bermaksud berlatih diam-diam di Sekolah, karena menurutnya Sekolah adalah tempat yang aman untuk berlatih tanpa diketahui siapa pun.
Waktu
itu tepatnya pukul 06.30 WIB. Di Sekolah
belum terlalu banyak siswa yang datang. Kali ini Acong berlatih d belakang kelas. Acong
tidak menyadari bahwa hari itu
juga Ibu guru Ida ke sekolah
lebih awal karena ada jadwal piket di sekolah.
Saat Bu Ida menuju ke ruang guru Ia melewati ruang-ruang
kelas seperti biasanya, mengecek apakah pintu-pintu kelas telah dibuka. Saat ia
melewati ruang kelas Acong ia melihat beberapa siswanya yang baru datang dan
ada tas Acong di atas mejanya. Sepengetahuannya Acong biasanya belum datang
pada jam segini, namun entah kenapa
hari itu ia sudah lebih dulu datang. Bu Ida mencari dimana Acong dan ia pun
mendengar suara seorang anak kecil dan nenek-nenek sedang bercakap-cakap. Ia
pun mencari sumber suara itu.
Ternyata asal suara itu ada di belakang kelas. Bu Ida
cemas, siapa sebenarnya yang ada di belakang kelas. Ia terkejut karena saat itu
ia anya menemukan Acong seorang diri dan tidak ada siapa-siapa lagi. Acong pun
menyadari ada orang yang mendekatinya dan ia baru tahu bahwa orang itu adalah
Bu Ida.
“Oh Bu Ida. Sudah lama datangnya Bu?”
“Sudah
Cong, kenapa Acong di belakang
kelas sendirian?”
“Tidak
Bu. Acong
ingin melihat belalang di sini, soalnya banyak belalang setiap
pagi jadi sengaja Acong
mencarinya.”
Ibu
Ida masih keheranan. “Suara siapa itu tadi. Tidak mungkin ada orang lain,
hanya ada Acong di sini,” kata Bu Ida dalam hati.
“Acong, ayo kembali ke kelas. Sebentar Lagi masuk.”
“Iya
bu.”
Acong pun
kembali ke kelasnya, sedangkan
Ibu Ida masih heran dengan suara yang barusan
didengarnya di belakang kelas tadi. Saat itu Ibu Ida teringat perkataan
Robet dan Doni tetang keanehan yang terjadi pada Acong kemarin. Hari ini Ibu Ida ingin memastikan apakah benar yang dikatakan
teman-teman Acong itu.
Cuaca hari itu sangat cerah sekali, tidak seperti
biasanya selalu hujan. Kali ini
sangat cerah. Bel istirahat pun berbunyi.
Seperti
biasa, ternyata Acong kembali lagi ke
pojok lapangan sendirian. Saat itu Robet dan Doni segera
memanggi Ibu Ida.
“Ibu
Ida ayo kita ke lapangan,
katanya mau lihat Acong?” kata obet
“Oya
Ibu hampir lupa.”
Jawab
Mereka menuju
lapangan dimana Robet dan Doni ingin memeperlihatakan keanehan Acong selama ini.
“Bu Ida, coba
lihat. Benar kan
itu Acong. Sudah beberapa
minggu ini Acong sering menyendiri di sana, seperti berbicara dengan seseorang.”
“Iya
bu, benar kan
kata kami. Acong
aneh,”
Ibu Ida terkejut dengan apa yang dilihatnya. Acong memang
seperti sedang berbicara dengan seseorang, padahal ia di sana sedang sendirian
dan tidak ada orang lain di sekitarnya. Entah siapa yang dia ajak
bicara.
Tanya Bu ida dalam hati
Bu
Ida pun
mengajak teman-teman Acong bubar dan kembali ke kelas
karena bel masuk kembali telah
berbunyi. Waktu itu barulah Ibu Ida yakin
bahwa Acong sedikit berbeda dari sebelumnya. Setahu Ibu Ida, Acong adalah anak yang
periang. Tidak pernah sedikitpun ia memperlihatkan
kondisi keanehan yang terjadi padanya sekarang
ini.
Ibu
Ida berniat
berkunjung ke rumah Acong untuk mengetahui
keadaan Ayah Acong, sekaligus ingin tahu apakah Acong memiliki masalah
di rumah.
Bel
pulang sekolah telah berbunyi. Ibu Ida bersiap-siap
ingin pergi ke rumah Acong,
ingin menjenguk Ayah Acong.
Setibanya di rumah
Acong ibu Ida langsung bertemu dengan Ibu dan Ayah Acong.
Ibu Ida berbincang-bincang dengan orangtua Acong dan
menanyakan keadaan Ayahnya. Acong saat itu tidak ada di rumah.
“Ibu, bagaimana kabar Ayah Acong sekarang?”
“Masih
seperti biasanya bu, saran dokter dibawa ke Rumah Sakit
namun sekarang belum bisa ke sana
karena biayanya belum ada,” jawab Ibu Acong dengan nada sedih.
“Oya
Bu, Acong
tidak pernah cerita tentang penyakit Ayahnya. Karena itu
saya ke sini ingin melihat keadaan Ayahnya
secara langsung, Ibu sudah mengurus jaminan kesehatan?”
“Nah, itu Bu Ida. Tadinya kami sudah
mencoba, namun
dari pihak jaminan kesehatan belum bisa memproses dalam waktu dekat. Jadi kami
harus menunggu tiga bulan terlebih dahulu.”
“Oohh begitu ya Bu, Oya Bu boleh saya bertanya?”
“Setelah
pulang sekolah, apakah ada pekerjaan Acong yang ia lakukan semenjak Ayahnya sakit?”
“Tidak
ada Bu.”
“Memangnya ada apa
bu, Acong buat masalah di Sekolah Bu?”
“Tidak
Bu, saya hanya ingin bertanya apakah ada yang berbeda
yang Ibu lihat dari Acong?”
“Tidak
ada Bu,
tapi beberapa hari ini ibu sedikit aneh melihat Acong. Acong sering mengurung diri
di kamar. Pernah Ibu mendengar
saat di kamar, Acong berbicara dengan nenek tua. Ketika
dilihat ternyata Acong sendirian.”
“Nah
itu dia Bu. Kondisi
tersebut terjadi juga di Sekolah.. Teman-teman
Acong sering melihat Acong berbicara sendiri. Saya juga pernah mendengar suara anak kecil dan nenek-nenek,
tapi
saat dilihat hanya Acong
sendirian.”
“Astaghfirullah
ya Allah, apa yang
terjadi pada Acong.”
Mendengar
cerita tersebut membuat Ibu Acong sangat sedih sekali dengan kondisi Acong. Beliau bingung
apa yang ia harus katakan kepada Ayah tentang
kondisi Acong yang berubah sekarang. Ibu membayangkan kalau Ayah tahu keadaan Acong sekarang, pastilah Ayah akan sedih
sekali.
Saat Acong pulang, Acong
terkejut sekali karena ada Ibu Ida wali
kelasnya datang ke rumahnya.
“Masya
Allah, ada Bu
Ida. maaf Bu, Acong tidak tahu kalau Ibu mau ke rumah
saya hari ini.”
“Ibu
hanya ingin silaturrahim dan melihat ayahmu Cong.”
Acong
meyalami Ibu Ida dan meminta maaf tentang ketidaktahuan
akan kehadiran gurunya tersebut.
5
SURAT UNDANGAN
PANGUNG PERTUNJUKAN
Situasi
di rumah hari itu begitu berbeda, tidak seperti biasanya. Ibu tidak
berkerja berjualan sama sekali. Semenjak kedatangan Ibu guru Ida ke rumah
beberapa hari yang lalu, Ibunya Acong sedikit berubah. Entah apa yang terjadi kepada ibu.
Hari
itu Acong pulang dari sekolah membawa
beberapa surat dari Sanggar Lentera.
Ibu melihat Acong membawa surat undangan untuk
Ayah dan Ibunya. Ibunya bingung, ini surat
undangan apa dan mengapa
Acong memberikannya kepadanya.
“Bu, ini ada undangan dari sanggar
Lentera.”
“Undangan
untuk Ibu dan Ayah nak?”
“Iya, untuk Ibu dan Ayah, wajib hadir ya Bu.”
Acong
belum memberitahukan bahwa undangan yang telah diberikan kepada Ibunya itu
merupakan undangan istimewa dan spesial buat
Ayah dan ibunya.
Acong
masih menyembunyikan rahasia ini, karena ia
ingin pertunjukan ini nanti akan menjadi kabar bahagia buat Ayah dan Ibunya.
Di Sekolah,
Acong pun memberikan undangan kepada Ibu guru Ida dan teman-temannya untuk menyaksikan penampilan dari Sanggar Lentera. Undangan tersebut diberikan agar masing-masing Sekolah setiap Kabupaten dapat menghadiri
pertunjukkan tersebut.
“Bu
Ida,
ini ada undangan dari sanggar
Lentera agar Sekolah kita dapat menghadiri acara tersebut.”
“Sanggar
Lentera….itu kan Sanggar yang sangat terkenal
di kabupaten kita Cong.”
“Iya
Bu, jadi kita harus menghadiri undangan tersebut Bu.”
Jawab Acong
“Benar
sekali, nanti Ibu minta
perwakilan teman-teman kita untuk hadir ke sana ikut
menyaksikannya. Acong
ikut hadir ya…”
“Insya
Allah bu, tetapi Acong tidak janji ya.”
“Loh
mengapa? Acong ada
acara?”
“Hmm
nantilah Bu, nanti Acong akan beritahu ibu bisa hadir atau tidak.”
“Bu
Ida serius sekali ngobrolnya dengan Acong, ada apa ya…kok tidak mengajak Sandi?” sahut Sandi.
“Oh
ya Sandi, kumpulkan teman-teman di kelas
kita. Ibu
akan menyampaikan bahwa ada undangan dari sanggar
Lentera.”
“Wahhh asyikk, saya ikut ya Bu..”
“Iya, sekarang teman-temanya dikumpulkan.”
Ibu Ida memilih beberapa siswa yang akan menghadiri
undangan tersebut, termasuk
Kepala Sekolah dan Ibu Ida pun akan
hadir di sana.
Bapak Kepala Sekolah sangat senang menerima undangan dari Sanggar
Lentera.
Dia mengetahui bahwa Sanggar Lentera adalah sanggar pendidikan yang selalu
mendukung kemajuan pendidikan dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan. Sanggar
Lentera selalu menjadi perhatian orang banyak. Pastinya acara tersebut adalah
acara besar yang dihadiri oleh setiap Sekolah.
Setelah
sampai divrumah, Acong kembali mengingatkan Ibu dan Ayah tentang undangan yang
telah diberikan beberapa hari yang lalu.
“Bu
jangan lupa besok untuk hadir undangan dari Sanggar Lentera, Oh ya bu sudah
disampaikan sama Ayah?
“Oh
ya Ibu hampir lupa, belum nak?”
“Kalau
begitu biar Acong saja yang menyampaikannya bu.”
Acongpun
menuju kamar ayah untuk menyampaikan undangan yang telah diberikan kepada Ibu.
Ia menyadari kesibukan Ibunya sehingga lupa untuk menyampaikan undangan
tersebut. Acong sangat berharap sekali agar Ayah dan Ibunya bisa hadir di acara
tersebut.
“Ayah..”.
“Iya
nak ada apa?”
“Bagaimana
keadaan Ayah sekarang? Sudah lebih baikkah yah?”
“Alhamdulillah
nak, sepertinya Ayah sudah semakin lebih baik. Berkat doa Acong, Ayah sudah
kembali sehat.”
“Ayah
bisa saja, Alhamdulillah. Acong senang sekali kalau Ayah sudah sehat.”
“Ayah
Acong ingin menyampaikan sesuatu kepada Ayah?” kata Acong
“Sesuatu
apa nak? Sampaikan saja.”
“Ayah
tahu Sanggar Lentera?”
“Hmm
Sanggar yang mana ya….Ayah lupa Cong.”
“Sanggar
Lentera yang biasanya mengadakan pertunjukkan besar.”
“Sanggar
yang terkenal itu ya nak?”
“Benar
yah itu Sanggar Lentera namanya.”
“Ooo…Emang
ada apa nak?”
“Berapa
hari lalu Acong diberi undangan agar diberikan kepada Ayah dan Ibu untuk dapat
menghadiri acara di Sanggar Lentera tersebut. Undangan sudah diberikan kepada
Ibu. Ibu lupa menyampaikannya kepada Ayah.”
“Hmm
Ibu mungkin lupa nak.”
“Kapan
acaranya nak?”
“Besok
yah.”
“Jadi
Ibu dan Ayah harus hadir ya…”
“Iya
Yah.”
“Acong
juga ikut kesana.”
“Acong
bersama teman-teman dari Sekolah, nanti kita bertemu disana saja, Pokoknya Ayah
dan Ibu harus hadir pada acara tersebut.”
“Insya
Allah nak, Ayah akan usahakan dapat hadir pada acara tersebut.”
Ayahnya
merasa Acong sedikit berbeda hari ini. Ayah melihat Acong sangat semangat
sekali dengan kegiatan tersebut dan anehnya Acong sangat ingin sekali Ayah dan
Ibu hadir. Perasaan aneh itupun disampaikan kepada Ibu.
“Ibu..,
tadi kata Acong ada undangan dari sanggar Lentera.”
“Ooh
iya yah beberapa hari yang lalu Acong, memberikan kepada Ibu.”
“Bu
boleh Ayah bertanya pada Ibu.”
“Boleh,
ada apa Ayah?”
“Ibu
melihat ada yang berbeda pada diri Acong tidak.”
Sang
ibupun langsung teringat kembali peristiwa beberapa hari yang lalu tentang
kondisi Acong yang aneh baik di rumah maupun di Sekolah.
“Ayah
benar, Acong sekarang aneh, sebenarnya sebelumnya Ibu ingin menyampaikan
tentang kondisi Acong beberapa minggu ini.”
Ayah
Acong bingung akan keanehan yang dimaksud Ibu. Kemudian Ibu Acong menceritakan
kondisi Acong selama ini.
“Kemarin
saat Bu Ita, gurunya Acong ke rumah, Beliau menyampaikan bahwasanya Acong di Sekolah
sering berbicara sendiri di lapangan.”
“Apa,
Berbicara sendiri ??? tanya Ayah terkejut.
“Iya
Ayah, Ibu ita menyampaikan beberapa minggu ini Acong sering menyendiri di pojok lapangan Sekolah,
ia suka berbicara dengan lawan bicaranya, saat dilihat, Acong sendirian tanpa
ada seorang teman satupun.”

“Bu jangan lupa besok untuk hadir
di acara Sanggar Lentera, Oh ya bu sudah disampaiakn sama Ayah?’
“Apa benar itu bu, ayah tidak percaya dengan
yang disampaikan Bu Ita.”
“Iya
yah, ibu juga pernah mendengar di kamar Acong saat Ibu melintas kamarnya, Ibu
melihat Acong sedang berbicara dengan seorang nenek, saat pintu dibuka tidak ada
siapa-siapa. Saat ditanya, Acong menjawab tidak ada siapa-siapa.”
“Kenapa Ibu tidak bilang sama Ayah tentang kondisi
Acong yang seperti itu.”
Saat
Ayah mendengar kabar tersebut raut wajah ayah berubah, Ayah sangat khawatir
terhadap anaknya Acong.
Ayah
Acong mulai berpikir, apakah perubahan Acong ini dikarenakan kondisinya yang
sedang sakit?
“Bu,
jadi ibu sudah menanyakan kepada Acong tentang kondisinya sekarang ini.”
“Ibu
belum ada waktu menanyakan ini kepada Acong karena Acong beberapa hari ini
sering ke luar.”
“Ke
luar kemana bu?”
“Katanya
belajar kelompok.”
“Ohhhhh.”
Setelah
Ayah mengetahui kondisi Acong yang aneh beberapa minggu ini, Ayah berencana
ingin bertanya kepada Acong tentang kondisinya yang berbeda sekarang ini, namun
Ayah mencari waktu yang tepat untuk membicarakan hal tersebut.
Kabar
tentang Acong yang terlihat aneh, tidak membuat Ayah untuk tidak hadir dalam undangan acara Sanggar Lentera.
Ibu dan Ayah sudah bersiap-siap menuju tempat pertunjukan. Acong dari pagi tadi
tidak kelihatan. Ayah bertanya-tanya kemanakah Acong? Apakan beliau sudah
berangkat?
“Bu,
Acong di mana? Mengapa tidak kelihatan?”
“Oohh
ia yah, tadi malam Acong berpesan kalau ia pergi lebih pagi bersama teman-teman
di Sekolah. Ia juga berpesan kepada kita agar hadir tepat waktu.”
“Ooo
begitu, Ibu sudah siap, kalau sudah siap ayo kita berangkat.”
“Iya
yah, sebentar Ibu ambil tas ke kamar terlebih dahulu.”
Setelah
semuanya siap, Ibu dan Ayahnya pun pergi menuju tempat pertunjukkan. Jarak rumah
Acong ke Sanggar Lentara cukup jauh.
Kedua orang tua Acong berangkat dengan Taxi. Ibu dan Ayah Acong berangkat pukul 07.30 WIB.
Diperjalanan Ayah terus memikirkan keadaan Acong yang sekarang berubah. Ia
tidak sabar ingin bertanya kepada Acong tetapi Acong kelelahan semalam. Ia
tidak ingin menganggu tidur Acong.
“Ayah,
mengapa melamun? Apa yang sedang ayah pikirkan?
“Tidak
bu, hanya memikirkan kondisi Acong.”
“Ayah,
jangan terlalu banyak pikiran, nanti Ayah sakit lagi. Ayah tidak boleh terlalu
banyak pikiran.”
Saat
keduanya sedang bercerita, tidak terasa mereka sudah sampai di Sanggar Lentera.
Ibu sangat penasaran, karena melihat banyak sekali orang di tempat pertunjukkan.
Awalnya ibu mengira acaranya biasa saja. Ayah dan Ibu menuju ruangan. Di sana
telah ada penjaga keamanan yang mengarahkan orang tua Acong menuju ruangan.
Setelah sampai di ruangan, Ayah dan Ibu terpesona melihat ruangan yang begitu
megah. Karena melihat ruangan yang begitu megah, Ayahpun sejenak terlupa dengan
keadaan Acong. Ayah melihat-lihat setiap sudut ruangan mencari keberadaan Acong
dan teman-temannya.
“Apakah
ibu melihat Acong?”
“Ibu
juga belum melihat keberadaan Acong dan teman-temannya, jawab Ibu kepada Ayah.
Suasana
saat itu sangat bising karena pengunjung pertunjukkan belum dimulai, beberapa
menit kemudian terdengar suara pembawa acara dari panggung ruangan mengumumkan
bahwa acara akan segera dimulai.
“Para
undangan semuanya, dimohon untuk menempati tempat duduk yang telah disiapkan,
karena acara pembukaan akan segera dimulai.” Kata pembawa acara.
Acara
pembukaan segera dimulai. Suasana ruangan serentak menjadi hening, beberapa
susunan acara telah disampaikan dan berbagai kegiatan telah berlangsung. Ibu
dan Ayahpun menikmati pertunjukkannya
Acara
masih sedang berlangsung, pembawa acara kembali melanjutkan acara. Untuk kali
ini pembawa acara menyampaikan bahwa teater sanggar Lentera akan memberikan
pertunjukan kepada para undangan semuanya, sekaligus menyampaikan bahwa
pertunjukan ini akan dimainkan oleh seorang anak Sekolah Dasar. Dalam
kesempatan ini, pihak Sanggar Lentera memberikan beasiswa berupa uang pembinaan
bagi peserta yang berhasil menjadi pemain terbaik.
“Para
undangan sekalian, mari kita sambut pertunjukan permainan boneka tangan yang
akan dibawakan oleh anak kita yang berasal dari desa Dusun Sawah yaitu Acong Prasetio”.
Tiba-tiba
ruangan berubah menjadi sangat meriah. Para undangan berdiri dan memberikan
tepuk tangan yang meriah pada pertunjukkan Panggung Boneka yang sedang
berlangsung.
Orang
tua Acong merasa sangat terkejut saat pembawa acara menyebutkan nama Acong yang
memainkan boneka panggung. Ibupun mendekati panggung dan melihatnya lebih dekat.
“Masyaa
Allah ini Acong anakku” kata Ibu dalam hati.
“Ayah..ayah…ayahhhhh
itu Acong, Anak kita yang memaikan boneka tangan. Ibu tidak percaya Acong bisa
menampilkan pertunjukan tersebut.
Ayahpun
juga sangat terkejut dengan penampilan Acong. Ayah bahagia sekali dan tidak mengira
bahwa Acong memiliki bakat sepeti itu. Teman-teman Acongpun juga terkejut
melihat Acong. Mereka baru menyadari, selama ini keanehan Acong berbicara
sendiri di lapangan, di belakang kelas itu semua adalah permainan suara Acong.
Ibu Ita sangat terpesona dengan penampilan
Acong. Ia baru menyadari bahwa perubahan
Acong selama ini dikarenakan Acong ikut serta dalam pertunjukkan boneka
panggung dengan memainkan suara yang beraneka ragam karakter.
Setelah
pertunjukkan selesai, Acong langsung diumukan sebagai pemain terbaik di Sanggar
Lentera, pihak sanggar memberikan penghargaan beasiswa berupa uang pembinaan kepada Acong.
Setelah
aksi panggungnya, Acong meminta izin kepada pembawa acara agar diberi
kesempatan berbicara di atas panggung, Acong menyampaikan bahwa keanehan yang
terjadi pada dirinya di kelas dan di rumah adalah latihan untuk mengikuti
pertunjukkan permainan boneka panggung.
“Para undangan sekalian, Acong ingin
menyampaikan sesuatu. Hari ini Acong sangat bahagia sekali karena Acong ingin
sekali membantu ayah berobat ke Rumah Sakit. Hadiah yang Acong dapat ini akan
dipersembahkan untuk Ayah tercinta. Mohon doanya agar penyakit Ayah diangkat dan disembuhkan”. Aamiin…..
Semua
tamu undangan berdiri dan memberikan tepuk tangan meriah untuk Acong.
Ayah,
Ibu, Bu guru Ita dan teman-teman Acong mengucapkan selamat dan turut bahagia
atas prestasi yang diperolehnya. Ibu dan Ayah sangat bangga dan terharu atas
yang dilakukan Acong untuk mereka.
Komentar
Posting Komentar